Minggu, 28 November 2010

Pola Makan Penderita AIDS

Hasil pemeriksaan positiv HIV membuat pengidapnya cemas, takut bahkan depresi. Tidak hanya mempengaruhi psikologis penderita, tapi juga fisiknya. Salah satu indikatornya, berat badan anjlok.

Menurut Eny Sayuningsih SKM MKes, sistem kekebalan tubuh ODHA (orang dengan HIV/AIDS) umumnya turun. Bukan hanya itu, fungsi organ dan jaringan tubuh pun ikut menurun. Termasuk, sistem pencernaan. Ditambah pengaruh psikis. Beragam kondisi tersebut ikut berperan menurunkan berat badan ODHA. Jika dibiarkan berlarut-larut, bukannya semakin sehat, ODHA akan semakin terpuruk. Berbagai penyakit dengan mudah muncul dan menginfeksi.

Dari situ, diperlukan dukungan nutrisi yang baik bagi pengidap HIV/AIDS. Nutrisi yang baik berarti asupan makanan tercukupi serta berat badan terjaga. Efek yang diharapkan, kadar imunitas tubuh terdongkrak. Salah satu syaratnya, konsumsi gizi seimbang. ODHA harus mendapatkan makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein dan antioksidan. Lemak yang dipilih bukan lemak jenuh. Melainkan lemak tak jenuh atau asam omega-3. Alpukat misalnya.

Orang yang terinfeksi HIV biasa mengalami beberapa gejala lain. Diantaranya demam, diare, mual dan muntah. Diare bisa dicegah dengan mengonsumsi tempe. Selain itu, tempe merupakan sumber protein. Bagi ODHA yang sering mual dan muntah, ada baiknya memilih makanan yang segar. Misal sayuran hijau atau buah. Selain disajikan dalam bentuk potongan, buah bisa dijus. Misalnya, kombinasi wortel, apel dan jeruk. Selain segar, buah-buahan tersebut kaya antioksidan. Untuk sayuran bisa disajikan dengan cara dioseng atau direbus.

Pola makan pengidap HIV/AIDS memang tak jauh berbeda dari mereka yang tidak terserang virus tersebut. Namun, ada baiknya mereka tak mengkonsumsi makanan pedas, asam atau makanan yang merangsang pencernaan. Semakin pedas atau asam, dikhawatirkan bisa merusak pencernaan. Pilih makanan yang biasa saja. Artinya, bukan bahan makanan yang merangsang lambung.

Kisah:
Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir menunjukkan bahwa didalam darah Chris Dafoe seorang pasien HIV/AIDS yang tinggal di Cloverdale, Indiana  Amerika, telah terdapat 600.000 RNA sebagai bukti bahwa ia sudah diambang kematian.

Dalam kondisi untuk menyongsong hari kematiannya itu,  ia segera menjual hartanya dan melunasi semua biaya untuk pengurusan jenazahnya nanti, termasuk membeli sebidang tanah pekuburan. Namun sebelum ajalnya sampai dia ingin mengabulkan niatnya untuk pergi berlibur ke suatu daerah pedalaman salah satu hutan di Kepulauan Pasifik dan akhirnya pilihannya jatuh ke suatu negara kecil yang bernama Suriname.
Selama tinggal di daerah pedalaman Suriname, dia menjalani kehidupan sesuai dengan kehidupan adat istiadat suku Indian yang ada disana dan makan makanan seperti yang sehari-hari dimakan oleh penduduk setempat.

Setiap hari disajikan makanan yang mengandung campuran buah kelapa. Namun gaya hidup dan pola makan penduduk setempat justru membawa keberuntungan bagi Chris Dafoe. Keadaan kesehatannya semakin membaik dan kekuatan serta tenaganya semakin meningkat, dan berat badannya naik hingga 6 kilogram.

Setelah menghabiskan 6 minggu berlibur, ia pulang ke Amerika dan langsung memeriksakan keadaan kesehatannya. Kali ini hasil pemeriksaan laboratoriumnya menunjukkan bahwa yang semula di darahnya terinfeksi berat  virus HIV, sekarang sudah sangat berkurang sama sekali, sampai-sampai sangat sulit untuk mendeteksinya.

Kisah di atas menunjukkan bahwa pola makan yang berbau santan atau sari kelapa yang ditakuti banyak orang yang anti kolesterol, bagi Chris Dafoe sari kelapa justru jadi obat penyakit AIDS nya. Oleh sebab itu bagi anda penderita virus HIV/AIDS tidak ada salahnya mencoba pengalaman Chris Dafoe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar